BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini pengetahuan pemuda masa kini akan sejarah hukum di Indonesia sangatlah minim. Maka dari itu tulisan ini akan memberikan rangkuman tentang sejarah hukum di Indonesia dari zaman Kolonial Belanda hingga sekarang.
1.2 Tujuan
Pembuatan tulisan ini bertujuan untuk mengetahui sejarah hukum di Indonesia dan untuk memenuhi tugas softskill yaitu Aspek Hukum Dalam Ekonomi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hukum
Hukum adalah sekumpulan peraturan-peraturan atau kaidah tentang tingkah laku yang berlaku dalam kehidupan bersama. Peraturan atau tingkah laku ini dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu ancaman atau sanksi.
Pengertian hukum selalu berkembang berdasarkan pendapat-pendapat orang tentang hukum. Berikut ini adalah beberapa pendapat definisi hukum menurut para ahli.
1. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.
Hukum adalah sekumpulan peraturan-peraturan atau kaidah dalam suatu kehidup an bersama, keseluruhan tentang tingkah laku yang berlaku dalam kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
2. J.C.T. Simorangkir, S.H.
Hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa yang menetukan tingkah laku manusia dalam masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib yang pelanggaran terhadap peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan dengan hukum tertentu.
3. Prof. Dr. Utrech, S.H.
Hukum adalah himpunan petunjuk hidup ( perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib kehidupan bermasyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan karena pelanggaran petunjuk hidup itu dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintahan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa hukum adalah salah satu norma dalam hidup manusia. Norma hukum dibuat oleh lembaga yang berwenang (pemerintah atau negara) dengan tujuan mengatur kehidupan bersama bukan individual.
Hukum harus memiliki unsur-unsur sebagai berikut :
· Merupakan peraturan atau kaidah.
· Berlaku untuk kehidupan masyarakat .
· Dipaksakan pelaksanaan berlakunya.
· Adanya sanksi bagi yang melanggarnya.
Periode kolonialisme terbagi ke dalam tiga tahapan besar, yakni: periode VOC, Liberal Belanda dan Politik etis hingga penjajahan Jepang.
A. Periode VOC
Hukum Belanda diberlakukan terhadap orang-orang Belanda atau Eropa. Sedangkan bagi pribumi, yang berlaku adalah hukum-hukum yang dibentuk oleh tiap-tiap komunitas secara mandiri. Tata pemerintahan dan politik pada zaman itu telah meminggirkan hak-hak dasar rakyat di nusantara dan menjadikan penderitaan yang mendalam terhadap rakyat pribumi di masa itu.
Pada masa pendudukan VOC, sistem hukum yang diterapkan bertujuan untuk:
1) Kepentingan ekspolitasi ekonomi demi mengatasi krisis ekonomi di negeri Belanda;
2) Pendisiplinan rakyat pribumi dengan cara yang otoriter; dan
3) Perlindungan terhadap pegawai VOC, sanak-kerabatnya, dan para pendatang Eropa.
a. Periode liberal Belanda
Pada 1854 di Hindia Belanda diterbitkan Regeringsreglement (selanjutnya disebut RR 1854) atau Peraturan tentang Tata Pemerintahan (di Hindia Belanda) yang tujuan utamanya melindungi kepentingan kepentingan usaha-usaha swasta di negeri jajahan dan untuk pertama kalinya mengatur perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari kesewenang-wenangan pemerintahan jajahan. Hal ini dapat ditemukan dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang mengatur tentang pembatasan terhadap eksekutif (terutama Residen) dan kepolisian, dan jaminan terhadap proses peradilan yang bebas.
b. Periode Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang
Kebijakan Politik Etis dikeluarkan pada awal abad 20. Di antara kebijakan-kebijakan awal politik etis yang berkaitan langsung dengan pembaharuan hukum adalah:
1. Pendidikan untuk anak-anak pribumi, termasuk pendidikan lanjutan hukum.
2. Pembentukan Volksraad, lembaga perwakilan untuk kaum pribumi.
3. Penataan organisasi pemerintahan, khususnya dari segi efisiensi.
4. Penataan lembaga peradilan, khususnya dalam hal profesionalitas.
5. Pembentukan peraturan perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian hukum.
Hingga runtuhnya kekuasaan kolonial, pembaruan hukum di Hindia Belanda mewariskan:
a. Dualisme/pluralisme hukum privat serta dualisme/pluralisme lembaga-lembaga peradilan.
b. Penggolongan rakyat ke dalam tiga golongan; Eropa dan yang disamakan, Timur Asing, Tionghoa dan Non-Tionghoa, dan Pribumi.
Beberapa perubahan perundang-undangan yang terjadi:
Kitab UU Hukum Perdata, yang semula hanya berlaku untuk golongan Eropa dan yang setara, diberlakukan juga untuk orang-orang Cina.
Beberapa peraturan militer disisipkan dalam peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku. Di bidang peradilan, pembaharuan yang dilakukan adalah:
a. Penghapusan dualisme/pluralisme tata peradilan.
b. Unifikasi kejaksaan.
c. Penghapusan pembedaan polisi kota dan pedesaan/lapangan.
d. Pembentukan lembaga pendidikan hukum.
e. Pengisian secara massif jabatan-jabatan administrasi pemerintahan dan hukum dengan orang-orang pribumi.
B. Periode Revolusi Fisik Sampai Demokrasi Liberal
Pada periode revolusi fisik sampai demokrasi liberal terbagi dua, yaitu :
1. Periode Revolusi Fisik
Pembaruan hukum yang sangat berpengaruh di masa awal ini adalah pembaruan di dalam bidang peradilan, yang bertujuan dekolonisasi dan nasionalisasi:
§ Meneruskan unfikasi badan-badan peradilan dengan melakukan penyederhanaan.
§ Mengurangi dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali badan-badan pengadilan agama yang bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah Islam Tinggi.
2. Periode Demokrasi Liberal
UUDS 1950 yang telah mengakui hak asasi manusia. Namun pada masa ini pembaharuan hukum dan tata peradilan tidak banyak terjadi, yang ada adalah dilema untuk mempertahankan hukum dan peradilan adat atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional. Kemudian yang berjalan hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh badan-badan dan mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan.
C. Periode Demokrasi Terpimpin Sampai Orde Baru
Pada periode ini terdiri atas dua periode, yaitu :
1. Periode Demokrasi Terpimpin
Langkah-langkah pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap sangat berpengaruh dalam dinamika hukum dan peradilan adalah:
§ Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan dan mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif.
§ Mengganti lambang hukum ”dewi keadilan” menjadi “pohon beringin” yang berarti pengayoman.
§ Memberikan peluang kepada eksekutif untuk melakukan campur tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU No.19/1964 dan UU No.13/1965.
§ Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial tidak berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.
2. Periode Orde Baru
Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru “membekukan”pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi di Indonesia; di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan:
Ø Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif.
Ø Pengendalian sistem pendidikan dan penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada masa orde baru tak ada perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.
D. Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)
Sejak pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga sekarang, sudah terjadi empat kali amandemen UUD RI. Di arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah:
Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan.
Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia.
Pembaruan sistem ekonomi.
Permasalahan lama pada orde baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) masih kokoh mengakar pada masa pasca orde baru, bahkan kian luas jangkauannya. Selain itu, kemampuan perangkat hukum pun dinilai belum memadai untuk dapat menjerat para pelaku semacam itu. Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini ditambah advokat) dilihat masih belum mampu mengartikulasikan tuntutan permbaruan hukum, hal ini dapat dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung meneruskan proses peradilan mantan Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran HAM, serta peradilan para konglomerat hitam. Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas dilaksanakan. Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap terasa lambat dan masih tak tentu arahnya.
Sumber Referensi :
1. Wijianto, Pendidikan Kewarganegaraan , Kelas X, Piranti.
2. Hadi Wiyono dan Isworo, Kewarganegaraan, untuk SMP, Ganeca exact.
good article :)
BalasHapus